Waktu saya duduk di bangku sekolah menengah pertama, saya kerap mengikuti
shalat jum'at bersama banyak teman sekelas saya. Pada satu kesempatan shalat
jum'at, kami agak riuh bercakap-cakap ketika khatib sedang menyampaikan
khutbah. Maklumlah, kami masih
anak-anak kecil. Belum tahu banyak soal fikih atau aturan sunnah berkenaan
dengan shalat jum'at.
Saat kami asyik berguyon di shaf belakang shalat jum'at waktu itu, seorang
lelaki seumur Ayah menegur kami dengan keras. Tangannya ditepukkan pada bahu
salah satu teman. Kontan saja kami berhenti mengobrol beberapa saat. Namun
karena khatib membahas hal yang tak bisa kami mengerti, akhirnya kami tak tahan
untuk kembali meneruskan obrolan. Kami terus mengobrol sampai khatib selesai
berceramah. Tak kami pedulikan, tatap tajam dan gerundelan si Bapak penegur ke
arah kami.
Setelah usai shalat, Bapak itu menghampiri kami lagi. Tak saya duga sebelumnya,
ia lantas menampar saya, "setan kecil" yang kebetulan paling dekat
dalam jangkauannya.
"Dasar anak setan !" bentaknya pada kami sambil menampar dua kali.
Sembari menahan sakit dan tangis karena malu, saya berlalu dari masjid itu.
Jum'at berikutnya, saya dan beberapa orang teman sekelas tidak lagi mengikuti
shalat jum'at di masjid itu. Meski masjid itulah yang terdekat dengan sekolah
kami, namun kami masih
memendam trauma atas kejadian yang menimpa saya pada Jum'at sebelumnya.
Hari jum'at yang baru lalu, saya melaksanakan shalat jum'at di masjid raya
Karena penasaran sayapun pergi menghampiri mereka. Saya tanyakan penyebab anak
itu menangis begitu keras. Ternyata, anak itu baru saja dijewer seorang jama'ah
yang merasa terganggu oleh kehadiran mereka. Sayapun mencoba menghibur dengan
memberikan uang jajan alakadarnya. Dan syukur alhamdulillah, tangis si anak
berangsur-angsur mereda.
Sambil mengucapkan terima kasih, si anakpun lantas pergi bersama rombongan
kawan-kawannya. Persis seperti saya, ia mengalami perlakuan kasar itu, pada
saat masih duduk di bangku sekolah menengah pertama.
Dari kejadian yang menimpa saya dan anak tadi, saya kira ada yang mesti digugah
pada hati dan nurani setiap orangtua atas kewajiban mereka dalam memberikan
contoh suri-tauladan. Orangtua harus menyadari bahwa mereka diamanahi tanggung
jawab besar terhadap perkembangan fisik dan mental seorang anak- tanpa
pengecualian anak kandung atau anak orang lain yang kebetulan berpapasan.
Dzhalim, jika orangtua berlaku kasar terhadap seorang anak, kendatipun sang
anak nyata memang berbuat ulah. Sepatutnya orangtua menunjukkan sikap baik
penuh kelembutan, agar sang anak mampu mengambil hikmah
keteladanan dari perlakuan manis tersebut.
Bukankah Rasulullah SAW saja mampu bersabar bangkit dari sujudnya, disaat Hasan
dan Husein, kedua cucunya itu menunggangi pundak beliau dikala shalat.
***
Orangtua tentunya kerap dibuat gusar, gelisah, tak enak, disaat anak-anaknya
berbuat ulah. Ada yang bisa mensikapinya dengan tenang, sabar, lantas melakukan
pendekatan persuasif dengan cara membuka komunikasi yang hangat saat menegur
sang anak. Adapula orangtua
yang bertindak represif. Menegur d engan hardikan, memukul bagian tubuh si anak
ketika dia berbuat ulah.
Sikap terbaik dalam menghadapi ulah anak tentunya terdapat pada opsi yang
pertama, yaitu menegur anak lewat komunikasi yang hangat dan terbuka.
Bisa dengan: memanggil atau mencegah kenakalan anak dengan bertingkah jenaka.
Penanganan represif terhadap ulah seorang anak, malah akan berdampak buruk
terhadap
kualitas mentalnya, karena ia potensial mencontoh perilaku kasar kita.
Bila anak sering kita perlakukan secara kasar, maka terhadap orang lain dan
diri kita sendiripun mereka tetap bertabiat kasar. Ketika saat itu tiba, kita
tentu tidak adil jika malah menyalahkannya. Bukankah kita sendiri yang
mengajarkan sikap demikian kepada si
anak?
Orangtua perlu merenungkan makna dari perkataan bahwasanya seorang anak
bagaikan selembar kertas putih. Kita sebagai orangtualah yang memberi warna,
menuliskan sesuatu di lembaran kertas putih tersebut. Artinya, jika kita ingin
melihat akan jadi apa anak kita di masa yang akan datang, maka periksalah
bagaimana sikap dan cara kita mendidiknya pada waktu sekarang.
Sebaiknya orangtua sering melakukan introspeksi. Dengan begitu, setiap orangtua
akan dapat mengevaluasi dan memperbaiki kualitas metode pendidikan dalam
mengembangkan potensi sang anak, yang berarti mengupayakan kebaikan untuk
keluarganya pula.
Sebagai orangtua, kitapun memiliki tanggung jawab yang tak kurang besarnya
terhadap anak-anak selain anak kita sendiri. Pada hakikatnya mereka adalah
anak-anak kita juga. Generasi penerus yang akan menyambung perjuangan dan
dakwah demi tegaknya Dinul Islam di muka bumi.
Janganlah seorang anak dicontohi dan dibuat trauma dengan kekasaran seperti
kejadian yang pernah saya alami dan penulis ceritakan pada paragraf awal. Dalam
masa pertumbuhan fisik dan mentalnya, hal-hal demikian memiliki pengaruh besar
terhadap kondisi kejiwaan seorang anak. Na'udzubillah, tsumma na'udzubillah,
bilamana kita memegang andil dalam degradasi mental seorang anak yang merupakan
amanah besar untuk diri kita.
Maka sebagai orangtua, mari kita dahulukan sikap sabar, dalam menghadapi setiap
ulah anak kita maupun ulah anak-anak lain, yang kebetulan berinteraksi dengan
kita. Orangtua sepatutnya istiqamah memberikan contoh perilaku terpuji, agar
kebutuhan mereka akan
figur panutan dapat terpenuhi, sehingga mereka tumbuh dewasa berhiaskan
akhlaqul karimah.
Kamis, 30 Januari 2014
Sabar Menghadapi Ulah Anak
Kajao'e

Permandian Wisata Alam Kajao'e
KOTA KALONG

Lengkang

Permandian Wisata Alam Lengkang
Pra Jamnas

Bentengnge, Kab. Soppeng
Formulir Kontak
Diberdayakan oleh Blogger.
Wikipedia
Hasil penelusuran
Blog Archive
-
▼
2014
(16)
-
▼
Januari
(12)
- Manfaat Buah Lemon Bagi Tubuh
- Trik Mudah Kuasai Semaphore
- Trik cepat hapal morse
- PMR & Pramuka
- Cara cepat dan tepat ngetik 10 jari
- kemdikbud.go.id
- Sabar Menghadapi Ulah Anak
- Bila Guru Sudah Berbicara dan Berteriak
- Siswaku Yang Menyenangkan By. Miss. Hani
- Ajari Anak Jangan Sambil Emosi Dong !
- Email:
- Latihan Simulasi Penaggulangan Korban Bencana
-
▼
Januari
(12)
0 komentar:
Posting Komentar